Pondok Pesantren Putri Al Lathifiyyah merupakan pondok putri yang pertama kali berdiri di lingkungan Pondok Pesantren Bahrul Ulum. Keberadaannya terjadi pada awal abad ke-20 yang tidak lepas dari Nyai Lathifah, Ibu kandung K.H. Abdul Wahab. Semasa Nyai Lathifah aktif membantu Kyai Hasbullah dalam menangani Pondok Pesantren Tambakberas, masyarakat putri di sekitar desa Tambakberas yang berjumlah sekitar kurang lebih 15 orang ikut belajar kepada Nyai Lathifah. Maka dibimbingnya masyarakat putri tersebut di rumah beliau. Kemudian untuk menghimpun belajar santri di rumah beliau, maka K.H. Abdul Wahab mempunyai inisiatif untuk membangun surau putri yang dijadikan tempat belajar sekaligus tempat tinggal santri. Dari sinilah, masyarakat menyebut mereka sebagai santri putri Tambakberas. Setelah wafatnya Kyai Hasbullah, tongkat kepemimpinan pesantren Tambakberas dilanjutkan oleh Kyai Wahab.
Sekitar tahun 1942 Nyai Lathifah wafat, kemudian kiprahnya diganti oleh menantu baliau yakni Nyai Wahab. Beliau membangun beberapa kamar. Tidak lama kemudian surau tersebut diganti dengan Pondok Pesantren Putri Al Lathifiyyah dengan dicetuskannya nama Pesantren Tambakberas menjadi Pondok Pesantren Bahrul Ulum oleh K.H. Wahab, maka Pondok Pesantren Putri Al Lathifiyyahpun menjadi Pondok Pesantren Putri AL Lathifiyyah Bahrul Ulum. Lokasi pondok ini bertempat di sebelah utara rumah Kyai Hasbullah dan Kyai Wahab.
Setelah meninggalnya Kyai Wahab pada tahun 1971, tugas kepengasuhan dan kependidikan terus dilaksanakan oleh Nyai Wahab dengan dibantu beberapa putra-putri, menantu serta keponakan Kyai Wahab, terutama dalam melakukan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran. Yang menonjol diantara mereka adalah sang putra, K.H. M. Nadjib Wahab dan Nyai Hj.Mundjidah Wahab serta sang menantu, K.H.Imam Asy’ari Muhsin.
Upaya penertiban administrasi kependidikan, utamanya di bidang ketata usahaan mulai tampak sejak dekade 1970 an ini yang dibarengi dengan upaya penertiban organisasi kepengurusan harian, sehingga pada dekade ini mulai nampak dirasakan adanya pendidikan keorganisasian bagi santri secara teoritis maupun praktis. Untuk mendukung upaya ini, staf kepembimbingan resmi mulai menjadi komponen struktur organisasi kepengurusan harian.
Selain tetap mengupayakan pengembangan fisik dan melestarikan model asli pendidikan pesantren, pada dasawarsa 1980 an upaya pengembangan program kependidikan, utamanya keterampilan keorganisasian dan kemasyarakatan bagi santri semakin mendapatkan peluang. Hal ini dibuktikan dengan penekanan kembali pada pola sorogan dalam pembelajaran kitab, ditingkatkannya program dakwah kemasyarakatan, pemberdayaan santri khusus sebagai tenaga guru pembelajaran kitab serta forum musyawarah bahtsul kitab. Selain itu mulai adanya penerbitan bulletin “Kresan” sebagai media pelatihan dunia kewartaan dan kewartawanan santri serta forum “aswaja” sebagai sebuah forum diskusi tentang masalah-masalah umum aktual kemasyarakatan, terutama yang berkaitan dengan kewanitaan. Hal demikian tidak lepas dari peran dwitunggal K.H.Imam Asy’ari Muhsin dan Nyai Hj.Mundjidah Wahab hingga wafatnya sang ibu, Nyai Wahab.
Pada dasawarsa 1990-an program kemasyarakatan melalui pendidikan keorganisasian dan demokratisasi berpola pikir serta penyaluran aspirasi telah mencapai peningkatan dengan adanya Konferensi periodik (frendik) sejak 1993 sebagai forum tertinggi di tingkat kepengurusan guna merumuskan seluruh kebijakan pokok beserta arahnya melalui Garis-Garis Besar Program Kegiatan (GBHPK) yang dilanjutkan dengan pemilihan ketua umum pengurus harian, yang diikuti oleh seluruh persona pengurus dan beberapa santri tertentu, sebagai perwakilan seluruh santri, serta alumni tertentu. Tentu saja program pendidikan dan pembelajaran pun mendapat peluang pengembangannya dengan upaya meningkatkan penertiban kehidupan bermasyarakat di kalangan santri, utamanya pelaksanaan seluruh program kegiatan beserta pola kontrolnya sesuai amanat frendik dalam GBHPK dan hasil rapat kerja.
Salah satu bentuk upaya pengembangan program non fisik yang tampak menonjol adalah adanya penataan kembali model pelaksanaan pembelajaran klasikal materi Nahwu-Sharaf dan bentuk khusus sorogan, sebagai pratiknya serta halaqah pembelajaran baca alqur’an dengan pembangkitan daya tangpap santri. Termasuk bentuk upaya bidang ini pada tahun 1995 pernah dibentuk suatu kelompok pengajian bagi santri pasca SLTA yang kemudian disebut dengan PESANTREN TINGGI AL LATHIFIYYAH, dan sejak 1998 telah dibentuk kelompok santri aktif berbahasa Inggris, utamanya di lingkungan ribath tempat huni mereka. Berdasarkan beberapa pertimbangan Pengasuh dan Pembimbing pada tahun 2005 Lathifiyyah mencoba memberikan pembelajaran yang lebih berkualitas bagi para Santri dengan adanya pelaksanaan program Madrasah Diniyyah Al Lathifiyyah I yang disebut dengan MADIN. MADIN menyebabkan perubahan pada sebagian besar sistematika pendidikan yang ada sebelumnya, mulai dari pengelompokkan kelas yang didasarkan pada tingkat kemampuan Santri serta lama pendidikan yang asalnya enam tahun karna mengacu pada tingkatan kelas sekolah formal ( 3 tahun pertama tingkat SLTP dan 3 tahun berikutnya tingkat SLTA) kini hanya empat tahun. Setiap mata pelajaran mempunyai tarjet kurikulum yang harus dicapai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dengan begitu Santri dituntut untuk lebih disiplin dalam belajar.
Pembangunan bidang fisik juga telah mencapai peningkatan sejak dasawarsa 1980 an di bawah kepengasuhan Nyai Wahab yang dibantu penuh oleh K.H.Imam Asy’ari Muhsin, Nyai Hj.Mundjidah Wahab dan K.H. M.Hasib Wahab, dan mencapai pesatnya pada daswarsa 1990 an dalam tanggungjawab kepengasuhan Nyai Hj.Machfudhoh Wahab setelah wafatnya sang ibu, Nyai Wahab, tahun 1994.
Adapun pendidikan dan kegiatan Pondok Pesantren Putri Al Lathifiyyah antara lain :